Pameran Foto Virtual

9 JUNI, 86 TAHUN LALU
MATAHARI bersinar sangat cerah pagi itu, di hari Rabu, 9 Juni 1937. Segala persiapan telah matang, tamu-tamu undangan sebagian telah hadir pada hari sebelumnya dan menginap di Pesanggrahan Hansje yang bergaya Swiss, terletak persis di timur alun-alun kota. Seperti telah menjadi jalannya takdir bahwa hari itu akan menjadi hari bersejarah, suasana dan cuaca alam sangat baik dan mendukung.
Setelah waktu yang ditentukan tiba dan warga masyarakat serta tamu-tamu undangan telah berkumpul di salah satu jalan di sudut alun-alun kota, tepat pukul sepuluh acara segera dimulai.
Acara berlangsung dengan suasana dan tatacara Belanda, tamu-tamu Binnenland Bestuur (BB) yang turut hadir dalam acara tersebut antara lain Ambtenaar (pegawai pemerintah) berkebangsaan Eropa dari Telukbetung, serta sebagian detasemen KNIL (Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger/ Tentara Kerajaan Hindia Belanda).

Setelah penghormatan diberikan kepada orang yang paling dihormati pada acara itu selesai, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Belanda, Wilhelmus, disambung dengan sambutan awal oleh Mr. Bohnemann. Ia mengungkapkan terimakasihnya atas kehormatan yang diberikan untuk menyampaikan sambutan pada hari yang bersejarah bagi Residen Rookmaaker.
Bohnemann menyampaikan hal-hal yang menjadi pencapaian kerja baik Rookmaaker. Ia telah berada di wilayah tersebut hampir selama 30 tahun dan sangat mengetahui dan merasakan perubahan-perubahan atas daerah tersebut. Dan yang terpenting, waktu empat tahun selama Rookmaaker menjadi residen, sangat pesat perubahan yang terjadi, sehingga pada hari paling bersejarah itu, ia dan warganya tidak mau mengabaikan dengan begitu saja.
Setelah beberapa tokoh menyampaikan sambutannya, Mr. Bohnemann meminta kepada Kepala Pemerintahan Daerah Sukadana, Mr. Lassacquere, untuk membuka kain penutup sebuah bangunan tugu atau monumen.

Ketika tiba gilirannya, Residen Rookmaaker kemudian menyampaikan pidatonya, dalam pidatonya Rookmaaker menyampaikan rasa haru dan terima kasihnya kepada penduduk Distrik Lampung pada umumnya, terkhusus penduduk kolonisasi Sukadana (di Metro) yang telah membangun sebuah bangunan peringatan atas keberhasilan dirinya selama empat tahun bertugas.
Dalam bahasa Melayu yang fasih, residen mengucapkan salam perpisahan kepada ”loerah” bagi seluruh wilayah. Dia berterima kasih atas kerja keras mereka dalam usaha kolonisasi yang telah berhasil mengubah hutan-hutan purba menjadi sebuah metropolis.
Masih dalam rangkaian acara yang sama, acara kembali dilanjutkan di tempat berbeda, kini kegiatan dilanjutkan di bangunan pendopo Asisten Wedana Metro, tempat telah dihias sedemikian rupa.
Acara lanjutan ini merupakan acara peresmian kedua, yakni peresmian Metro yang telah dipisahkan dari induk desanya, Trimurjo yang terlebih dahulu diresmikan sebagai induk desa (Bedding 1) pada 3 April 1935.
Tepat tengah hari pukul dua belas siang, jamuan makan siang dimulai, setelah itu dilanjutkan dengan pidato kembali oleh Residen Rookmaaker, dalam pidatonya ia menyampaikan agar terus melanjutkan penyelesaian kolonisasi di Metro dalam sistem pemerintahan baru yang telah terpisah dari desa induk.
Pada kesempatan yang sama Rookmaaker juga menyerahkan urusan pemerintahan yang membantu pemerintah Hindia Belanda kepada Asisten Wedana Metro. Acara ditutup dengan penyerahan keris kepada Asisten Wedana Metro oleh Residen Rookmaaker dan bersama-sama menyaksikan hiburan dari rakyat.
Tiga hari kemudian Sabtu, 12 Juni 1937 surat kabar Batavia Courant, dan juga Indische Courant yang terbit pada tanggal 15 Juni 1937, memberitakan bahwa pada tanggal 9 Juni 1937 telah diresmikan sebuah tugu peringatan di pusat kolonisasi Sukadana, yaitu Metro, oleh Residen Hendrik Roelof Rookmaaker.
Tugu peringatan setinggi 4 meter itu didirikan untuk memperingati keberhasilan kolonisasi di Sukadana dan sebagai bentuk memori atau kenang-kenangan bagi Residen Rookmaaker yang pada hari itu selesai dari tugasnya menjadi Residen Distrik Lampung.
Tugu peringatan tersebut terletak persis di tengah-tengah kota dan di perempatan jalan utama. Tugu yang berlabel marmer pada bagian depannya, terukir sebuah kalimat ”Ter herdenking aan het succesvolle kolonisatiewerk van den resident H.R. Rookmaaker, 1933-1937” (untuk mengenang keberhasilan kerja kolonisasi Residen H.R. Rookmaaker, 1933-1937). Pada bagian sebaliknya tertulis dengan aksara Jawa dengan makna yang sama.
Peristiwa di atas yang kemudian menjadi dasar penetapan Hari Jadi Kota Metro sebagaimana yang telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2002 tentang Hari Jadi Kota Metro.
Diberitakan juga pada hari itu telah dilaksanakan peresmian Metro sebagai pusat pemerintahan kolonisasi di Sukadana. (disarikan dari berbagai sumber : Bataviaasch Nieuwsblad, 12 Juni 1937 – Indische Courant, 15 Juni 1937 – Java Post; Verhalen over Nederlands-Indie, Een land met toekomst – Koloniale Monumenten; Resident Rookmaaker, Metro, 1937). Sumber gambar : Tropenmuseum, NMvW, Amsterdam